Sepak bola telah menjadi sebuah bagian dari tatanan masyarakat di Indonesia. Olah raga yang pertama kali dipopulerkan oleh para pekerja industrial di Britania Raya ini selalu menjadi pilihan utama masyarakat Indonesia. Baik anak kecil maupun orang dewasa pasti gemar bermain bola. Tak peduli apakah ada lapangan atau tidak, selama masih memiliki sebuah bola, mereka biasa bermain di mana saja dan kapan saja. Bahkan masih hangat di ingatan saja, ketika kecil dulu sering bermain bola di jalan utama desa dan kerap menjadi cemoohan orang-orang yang lewat karena kami mengganggu di tengah jalan. Tapi itulah seninya sepak bola. Olah raga ini bisa dilakukan oleh siapa saja, kapan saja, dan juga dimana saja. Sepak bola menyatukan kita. Termasuk di Papua, dimana ada stadion cendrawasih yang menjadi ikon baru di Biak Numfor.
Stadion cendrawasih merupakan salah satu lapangan sepak bola yang baru saja direnovasi pada tahun 2011 silam. Jika ditarik mundur ke belakang, stadion ini mulai dikonstruksi pada dekade 80-an, tepatnya pada awal tahun 1980. Pada saat itu, pemerintah setempat membutuhkan sebuah arena sepak bola yang representatif dan bisa digunakan oleh warga sekitar. Akhirnya, meski dengan dana yang terbatas, lahirnya stadion kecil tersebut. Kehadiran arena sepak bola yang representatif membuat penduduk di sekitar bangga karena memiliki area olah raga yang mempersatukan warga. Lambat laun, akhirnya muncul sebuah kesebelasan lokal yang bernama PSBS Biak Numfor. Mereka adalah klub lokal yang memiliki sekolah sepak bola yang diperuntukan bagi warga sekitar.
Klub PSBS Biak Numfor memiliki julukan The Black Yellow, atau masyarakat sekitar menamai kesebelasan kebanggaan mereka dengan sebutan Cendrawasih Kuning. Klub ini pun bermarkas di stadion cendrawasih, yang kini telah direnovasi dan memiliki kapasitas penonton mencapai 15.000 orang untuk satu pertandingan. Jika Anda paham soal bola, maka sepintas penampilan PSBS Biak Numfor terlihat memiliki kostum mirim Fenerbahce S.K, yakni sebuah klub sepak bola besar asal Turki.